GROUN (GREAT WOMEN): PROGRAM PENDIDIKAN NON FORMAL BAGI PEREMPUAN YANG MENIKAH DINI UNTUK MEWUJUDKAN KESETARAAN GENDER DI KABUPATEN SUMENEP

 Royhan Saydi 

Universitas Jember 

PENDAHULUAN 

Menurut BPS (2018), angka pernikahan dini meningkat pada tahun 2018 sebesar 15,56 % yang pada tahun 2017 mencapai 14,18%. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah setiap tahunnya. Pelaku pernikahan dini digolongkan pada perempuan yang menikah pada umur 16 tahun atau kurang. Anak perempuan cenderung melakukan menikah dini dibandingkan laki-laki. Perempuan yang menikah dibawah usia 15 tahun pada tahun 2020 sebesar 3,22 % (BPS, 2020). 

Pelaku pernikahan dini berasal dari kalangan remaja desa dengan latar belakang pendidikan rendah. Remaja perempuan desa lebih dahulu menikah diumur kurang dari 16 tahun dikarenakan masalah ekonomi maupun faktor dari orang tua yang tidak ingin anaknya menjadi perawan tua. Faktor sosial budaya masyarakat dan persepsi pacaran (69,4%) dan perawan tua (50%) memiliki pengaruh kuat terkait perkawinan dini di Indonesia (Qibtiyah, 2014). 

Kasus pernikahan dini banyak terhjadi di Kabupaten Sumenep. Menurut Pemerintah Kabupaten Sumenep (2021), data 4 bulan (Januari-April) tahun 2021 tercatat telah terdapat 533 pengajuan nikah muda. Terdapat 2.029 kasus pernikahan dibawah umur di Kabupaten Sumenep pada tahun 2020. Desa Pragaan Daya, Kecamatan Pragaan merupakan daerah di Kabupaten Sumenep dengan kasus menikah dini tinggi. Kasus menikah dini di Pragaan Daya tinggi diakibatkan menanggung biaya tradisi tengka dan ekonomi (Zainorrahman, 2019). 

Menurut UU No. Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab 2 Pasal 7 ayat (1), batas umur pria menikah adalah 19 tahun dan perempuan adalah 16 tahun. Hal ini masih belum menyeluruh efekif, dikarenakan di Desa Pragaan Daya terjadi pernikahan dini baik anak laki-laki yang masih berumur 17 tahun dan anak perempuan yang masih berumur 14 tahun. Pernikahan dini di Pragaan Daya terjadi karena faktor ekonomi, pendidikan & faktor orang tua yang menginginkan anaknya “cepat laku” sehingga tidak menjadi perawan tua. Hal ini berdampak pada pendidikan anak, yang mana akan menglami putus sekolah. Anak perempuan yang melakukan pernikahan dini cenderung untuk melakukan putus sekolah sehingga tidak mendapatkan pendidikan formal yang layak (Setiawati, 2005).

Permasalahan pernikahan dini di Pragaan Daya, penulis mengambil sebuah inisiatif untuk memberikan non-formal education kepada anak perempuan yang putus sekolah akibat melakukan pernikahan dini dengan melakukan sebuah program bernama GROUN (Great Women). GROUN merupakan program pendidikan non-formal yang dikhususkan bagi anak perempuan di Desa Pragaan Daya untuk mewujudkan kesetaraan gender dan berfokus pada implementasi pembelajaran dan memberdayakan perempuan yang melakukan pernikahan dini melalui keterampilan dan pengetahuan. Hal ini akan mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) tujuan ke-4 mengenai pendidikan bermutu target 4.6.dan tujuan ke-5 yaitu kesetaraan gender target 5.3.



Gambar 1. Tujuan Pembangunan Berkelanjutran Nomor 4 dan 5 (sumber; SDGs Indonesia, 2016)


PEMBAHASAN

Menurut UU No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas minimal yang awalnya bagi perempuan menikah adalah 16 tahun telah dirubah menjadi 19 tahun, disamakan dengan umur menikah pria. Peningkatan batas umur ini dimaksudkan agar secara rohaniah dan batiniah pasangan suami istri telah matang dan mewujudkan perkawinan yang baik tanpa berkahir pada perceraian dan untuk mendapatkan keturunan yang berkualitas. Kenaikan batas umur ini juga diharapkan akan menurunkan angka kelahiran. 

Mengutip dari laman TribunMadura.com tanggal 2/6/2021, kasus pernikahan dini di Kabupaten Sumenep tahun 2019 dengan 73 perkara, 2020 dengan 292 dan pertengahan tahun 2021 mencapai 146 perkara. Faktor yang melatarbelakangi hal ini salah satunya kekhawatiran orang tua terhadap pergaulan anaknya. Kabupaten Sumenep juga menduduki peringkat ketiga terbesar angka pernikahan dini di Jawa Timur (BKKBN Jatim, 2016).

Survei yang dilakukan oleh penulis pada tahun 2018 sampai 2021, sekitar 65% masyarakat melakukan pernikahan dini di Pragaan Daya, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep. Permasalahan ini tentu saja menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah, melihat secara sosial pelaku pernikahan dini yang masih “anak-anak” masih dirasa masih belum mampu menjalankan rumah tangga. Berlainan dengan masalah tersebut, anak perempuan cenderung akan putus sekolah sehingga mereka tidak akan mendapatkan pembelajaran yang baik dibangku formal. Anak perempuan cenderung tidak melanjutkan sekolah setelah mereka menikah (Fakih, 2013) dan pelaku pernikahan dini rata-rata putus sekolah dimulai dari kelas 2 SMP dengan umur 15-19 tahun (Khaerani, 2019). 

Besarnya angka pernikahan dini di Kabupaten Sumenep khususnya di Desa Pragaan Daya ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 

1. Faktor ekonomi, faktor yang timbul karena keadaan ekonomi keluarga yang masih belum mencukupi dalam kehidupan sehari-harinya. Faktor ini menjadi faktor sering dilakukan oleh orang tua agar beban yang ditanggungjawabkan tidak terlalu besar dalam hal ekonomi. Kemiskinan dan faktor ekonomi menjadi salah satu faktor pengambilan keputusan perempuan menikah dini (Sahara dkk., 2018). 

2. Faktor pendidikan, rendahnya tingkat pendidikan orang tua dan anak mengenai pentingnya pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup. Hal ini dikarenakan rendahnya pengetahuan dan wawasan baik dari orang tua/anak mengenai peningkatan SDM yang baik melalui pendidikan. Faktor pengetahuan tentang pendidikan rendah menjadi 3 faktor utama selain usia dan media dalam penentu pernikahan dini (Angraini dkk., 2019). 

3. Faktor keluarga, yaitu kesepakatan dari kedua orang tua untuk menjodohkan anaknya. Orang tua juga terkadang telah mencari maupun mempersiapkan jodoh untuk anaknya. Pernikahan dini terjadi karena keluarga telah memiliki kebiasaan sebelumnya menikah dini, sehingga menikah dini menjadi hal wajar (Mubasyaroh, 2016).  

4. Faktor adat, yaitu kebiasaan atau budaya dari masyarakat desa atau pun terpelosok mengenai ketakutan dari orang tua terhadap omongan warga maupun tetangga terdekat, apabila sang anak belum menikah pada umur dikisaran 16-18 tahun dan dikatakan menjadi perawan tua (Munawara, 2015). 

5. Faktor jarak sekolah, Desa Pragaan Daya setidaknya pada tahun 2012 masih terdapat satu SD, yaitu SDN Pragaan Daya 1. Tahun 2012 setelahnya karena sepi peminat atau kurang siswa yang mendaftar, akhirnya sekolah ini ditutup. Jarak sekolah terdekat sekitar 1-2 km dan dari hal ini para remaja putri yang memutuskan tidak untuk sekolah memilih menikah dini. 

Menurut UU. No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28 C ayat (1) menyatakan “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas SDM suatu bangsa. Hal menggambarkan bahwa pendidikan adalah bagian dari hak manusia dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan (UUD 1945 Pasal 31 ayat 1). 

Menurut Djauhari (2012), pendidikan menjadi hal penting dalam pembangunan manusia atau dalam meningkatkan SDM dimasa sekarang dan yang akan datang. Peningkatan SDM tidak hanya dirasakan oleh individu iu sendiri, akan tetapi juga dirasakan oleh suatu negara. Dampak dari peningkatan pendidikan dapat diarasakan secara langsung manfaatnya oleh individu itu sendiri, masyarakat maupun dalam kebutuhan pemerintah dalam meningkatkan SDM yang ada (Muis, 2012).

Peraturan yang dibuat oleh pemerintah baik UU, Perpu, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah seakan masih belum berlaku bagi masyarakat Kabupaten Sumenep khususnya di Desa Pragaan Daya Kecamatan Pragaan mengenai larangan melakukan pernikahan dini. Hal ini akan berdampak pada menurunnya produktifitas perempuan yang tidak mendapatkan pendidikan. Penulis mengambil inisiatif membuat program untuk memberdayakan dan meningkatkan peran dari perempuan menikah dini di Desa Pragaan Daya yaitu GROUN (Great Women). 

GROUN (Great Women) merupakan gagasan dalam a) mengurangi angka pernikahan dini di Kabupaten Sumenep; b) meningkatkan peran perempuan yang menikah dini; c) memberdayakan perempuan yang menikah dini; dan d) meningkatkan pengetahuan pendidikan perempuan menikah dini di Kabupaten Sumenep. Hal ini penting untuk dilakukan untuk menekan beberapa hal yang akan terjadi pasca pernikahan dini pada perempuan. Power empowerment menjadi salah satu isu yang sangat krusial bagi seluruh bangsa di dunia, mengingat perempuan memiliki hak dan peran yang sama dalam pemenuhan dan peningkatan kualitas diri. 

Tabel 1. Dampak Pernikahan Dini pada Anak 

No     Dampak Pernikahan Dini 

1         Kematangan psikologis belum tercapai 

2         Mengurangi kebebasan pengembangan diri 

3         Mengurangi kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi 

4         Meningkatkan resiko kehamilan 

5         Tingkat perceraian tinggi 6 Taraf kehidupan rendah 

7         Ketidakmampuan remaja dalam memenuhi kebutuhan ekonomi 

Sumber: Yanti dkk., 2018 (diolah penulis) 

Program atau gerakan dari GROUN (Great Women) sendiri dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan para stakeholders baik pemerintah, lembaga swadaya maupun masyarakat yang peduli terhadap nasib perempuanperempuan tersebut. Gerakan Groun dapat dilakukan dengan cara: 

1. Sosialisasi pendidikan nonformal 

Sosialisasi akan memberikan dasar atau fondasi kepada individu-individu agar tercipta partisipasi atau keikutsertaan untuk memberdayakan masyarakat. 

2. Penyuluhan pendidikan nonformal 

Stakeholder memiliki peran mentoring. Menerapkan materi ke dalam praktek dengan pembuatan kerajinan dengan limbah di Desa Pragaan Daya 

Program GROUN akan berjalan dengan baik apabila mendapat dukungan dan kerjasama antara pemerintah, masyarakat bisnis dan akademisi. Peranan triple helix ABG (Academic, Bussiness and Government) menjadi stakeholders dalam menunjang keberhasilan suatu program (Taufik, 2010). Berikut merupakan stakeholders penunjang dalam gerakan GROUN:

1. Pemerintah (Government) 

Perananan pemerintah membantu dalam regulasi (normatif) dan kebijakan tentang pengembangan program. 

2. Masyarakat Bisnis (Bussiness) 

Kelompok masyarak bisnis ini berpengalaman mengenai entrepreneurship yang memiliki akses langsung dengan dunia bisnis. 

3. Kelompok Akademis (Academicians) 

kelompok akademisi, terutama mahasiswa dipersiapkan sebagai pengajar dan pengelola program pendidikan non-formal yang mempunyai integritas. 

4. Wakil-wakil Masyarakat (Society) 

Menurut Munawara dkk. (2015), daerah perbatasan kental dengan adat istiadat, warga hormat kepada para sesepuh misal kepala suku atau desa. Peran tokoh masyarakat penting dalam mendukung pengembangan program 

Terdapat 4 program yang penulis tawarkan dalam pengembangan GROUN di Kabupaten Sumenep, khususnya di Pragaan Daya, yaitu : 

Gambar 2. program GROUN di Kabupaten Sumenep (diolah penulis)

1. Sosialisasi Program GROUN (Great Women) 

Sosialisasi program dilakukan oleh penulis dan stakeholder terkait akan pentingnya gerakan a) mengurangi pernikahan dini di Desa Pragaan Daya; b) memaksimalkan peran perempuan menikah dini; c) meningkatkan potensi perempuan menikah dini; dan d) meningkatkan pengetahuan dan pendidikan perempuan menikah dini. 

2. Inspiring Talk ”For Young Girl” 

Program menginspirasi perempuan menikah dini dengan mengundang pemateri baik mahasiswa, dosen, atau akademisi tentang reproduksi wanita, menjadi ibu rumah tangga yang baik, dan bagaimana menyikapi pernikahan dini merupakan topik yang akan disampaikan melalui talkshow inspiratif. 

3. Kelas “Agricultre Waste as A Magic (ACREATIC)”

Bidang pertanian merupakan potensi besar di Desa Pragaan Daya. Pengelolaan limbah menjadi kerajinan yang dapat bernilai. Pemberdayaan perempuan dini dengan memaksimalkan limbah pertanian menjadi barang bernilai ekonomis akan meningkatkan peran dan pendapatan perempuan menikah dini. 

4. Tim Khusus Dilan-Milea (Dilanda Milinial Era) 

Perempuan menikah dini di Desa Pragaan Daya merupakan milenial. Milenial erat dengan teknologi. Tim khusus Dilan-Milea merupakan laki-laki dan perempuan yang dapat membantu perempuan menikah dini untuk melek teknologi seperti penggunaan komputer dan aplikasi digital. 

Terdapat 4 mekanisme yang dijalankan dalam pengembangan GROUN, yaitu : 

a) Mentoring (pendampingan), dari tahap sosialisasi sampai terlaksana program 

b) Kontroling (pengontrolan), pada tahap program dilaksanakan 

c) Monitoring (pemantauan), dilakukan setelah program terlaksana-akhir 

d) Evaluasi, pada saat program selesai dilaksanakan 

PENUTUP 

Perempuan menikah dini cenderung tidak melanjutkan pendidikan secara formal, sehingga dibutuhkan alternatif dengan memberikan pendidikan secara nonformal melalui gerakan GROUN (Great Women) dengan tujuan memenuhi hak pendidikan perempuan & mewujudkan kesetaraan gender. Terdapat 4 program unggulan dalam yang ditawarkan yaitu sosialisasi GROUN, talkshow “For Young Girl”, ACREATIC, dan Timsus Dilan-Milea. Langkah program ini juga memerlukan 4 stakeholder yaitu a) pemerintah; b) akademisi; c) masyarakat bisnis; dan d) wakil masyarakat. mekanisme yang ditawarkan yaitu mentoring, controlling, monitoring, dan evaluation. Program ini tentu akan meningkatkan peran dan potensi perempuan menikah dini. Hal ini akan mewujudkan SDGs tujuan keempat dan tujuan kelima yaitu keseteraan gender. Power empowerment menjadi langkah besar untuk meningkatkan peran perempuan desa because The Growth Mindset Roles Towards Mental Revolution. 

DAFTAR PUSTAKA 

Agraini, W., B. A. Pratiwi., H. Febriawati., R. Yanuarti., B. Anita, Dan Oktarianita. 2019. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Pernikahan Usia Dini. JBK, 18(2): 183-191. 

BPS. 2016. Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. 

Djauhari, M. 2006. Pendidikan Untuk Apa?. Sosioteknologi, Edisi 9 Tahun 5, Desember 2006. 

Fakih, M. 2013. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 

Hawkins dan V. D Ban. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta : Kanisius. 

Khaerani, S. N. 2019. Faktor Ekonomi Dalam Pernikahan Dini Pada Masyarakat Sasak Lombok. QAWWAN, 13(1): 1-13. 

Khairuddin. 2008. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta : Liberty. 

Mubasyaroh. 2018. Analisis Faktor Penyebab Pernikahan Dini Dan Dampaknya Bagi Pelakunya. YUDISIA, 7(2): 386-411. 

Muis, A. 2012. Pentingnya Pendidikan di Era Otonomi Daerah Sebagai Investasi Sumber Daya Manusia. Madani Edisi I, Mei 2012. 

Munawara, E. M. Y. dan S. I. Dewi. 2015. Budaya Pernikahan Dini Terhadap Kesetaraan Gender Masyarakat Madura. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 4 (3): 1-10. 

Qibtiyah, M. 2014. Faktor yang Mempengaruhi Perkawinan Muda Perempuan. Biometrika dan Kependudukan, 3(1): 50-58. 

Sahara, N., Idris, Dan D. Z. Putri. 2018. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Wanita Menikah Di Sumatera Barat. Ecogen, 1(3): 640-647. 

Setiawati, E. 2005. Nikah Sirri (tersesat di jalan yang benar). Bandung : Kepustakaan Eja Insani. 

Taufik, Tatang Ahmad. 2010. Kemitraan dalam Pemusatan Sistem Inovasi Nasional. Jakarta : Dewan Riset Nasional.

Yanti., Hamidah, Dan Wiwita. 2018. Analisis Faktor Penyebab Dan Dampak Pernikahan Dini Di Kecamatan Kandis Kabupaten Siak. Ibu Dan Anak, 6(2): 96-103. 

Zainorrahman. 2019. Analisis Tradisi Tengka Di Desa Pragaan Daya Kec Pragaan Kab Sumenep (Perspektif Maqasid Syariah As-Syatibi Di Tinjau Dari Aspek Hifzdul Mal Dan Hifzduddin). Tesis. Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEPUTUSAN REKTOR UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

Pelantikan & Upgrading HMJ MPI Kabinet Transformatif Periode 2024-2025

Internalisasi Core and Value ( INCOREVAL ) 2023