Efektivitas Sistem di Tengah Permasalahan Pendidikan (ESTETIK) dalam Upaya Pembaharuan Metode dan Sistem Pendidikan Serta Perubahan Prilaku Manusia untuk Mewujudkan Pertumbuhan Pola Pikir Menuju Revolusi Mental

Muhammad Hariri, Lina Novianti Nursa'bani 

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Pendahuluan 

Efektifitas pendidikan dimulai dari bagaimana kemampuan kita dalam menelaah permasalahannya, Indonesia saat ini dihadapkan pada beragam persoalan baik dari segi internal maupun eksternal yang ditimbulkan dari kesenjangan baik cita-cita maupun kenyataan. Terutama pada pendidikan yang saat ini masih dikembangkan, yang saat ini pendidikan di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Tercatat data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia ( Human Development Index ), bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-109 (1999). Ditambah dengan sistem yang masih belum stabil dengan kondisi pandemi covid-19, maka diperlukan tindakan perbaikan yang cepat tepat serta akurat, untuk meminimalisir keadaan terlebih meningkatkan sistem dan mutu pendidikan di tengah berbagai macam problematika pendidikan yang saat ini belum terselesaikan.

Efektifitas sistem pendidikan atau mencari jalan keluar yang tepat dan sesuai jaman untuk meningkatkan kompetensi kian hari harus dilakukan dengan secepat mungkin, dilihat dari sesuatu yang hilang ketika pembelajaran dilakukan secara online yang sebelumnya kita melaksanakan pembelajaran tatap muka maka ini menjadi tindakan yang harus dilakukan untuk menjawab permasalahan, ditambah adanya rencana pemerintah akan memungut PPN jasa pendidikan yang ini sangat bertolak belakang dengan definisi pendidikan yang dimana semua warga negara dijamin hak serta pemerintah berkewajiban membiayai pendidikan warganya, ini sangat tidak etis sekaligus tidak konstitusional. 

Selain itu kelulusan sekolah menjadi standarisasi peserta didik dalam menyelesaikan sekolahnya sesuai dengan jenjangnya masing-masing, dilihat dari kualitas lulusan beberapa tahun kebelakang, masih minim dan jauh dari kata sempurna dalam hal kompetensi peserta didik, ini masalah yang sejak dulu diperhitungkan dan didiskusikan oleh para kalangan pendidik khusunya, para pemikir bangsa, serta para orang-orang yang peduli dengan nasib pendidikan anak bangsanya, bagaimana bisa menghasilkan lulusan yang bermutu dan bisa bersaingan, sejak dulu saja masih minim kompetensi apalagi ditambah dengan kondisi pembelajaran yang saat ini anak didik diberikan segenggam handphone maka belajarpun berjalan, bagaimana kontrol seorang guru?, harus seperti apa peran orang tua?, dalam memperhatikan perkembangan belajar anaknya dan seorang guru bisa melihat perkembangan pendidikan anak didiknya, maka ini semua perlu adanya tindakan yang nyata dari pemerintah sebagai pengatur sistem pendidikan, perubahan bahan belajar dari seorang guru, serta sikap orang tua yang harus ditingkatkan kembali dalam memperhatikan anaknya, guna menjadikan semua ini sebagai bahan perbaikan dalam upaya mencetak generasi yang berpola pikir tumbuh dan menjadi generasi yang siap menghadapi masa depan yang semakin hari semakin meningkat rintangan dan tantangannya. 

Hal yang sangat mengejutkan bukan. Terlebih pada aspek pendidikan kualitas pendidikan di Indonesia masih saja berkiblat pada kebijakan pemerintah yang silih berganti setiap 5 tahun sekali. Jika kita melihat saat ini yang bisa dikatakan abad 21 atau era nya globalisasi yang dimana perubahan-perubahan dalam segala aspek terutama pada segi pendidikan akan mengalami perubahan fundamental dari abad-abad sebelumnya. Apalagi sekarang disebut era revolusi industry 4.O yang dimana ranah pendidikan pun terkena dampak problematika persoalan ini di era yang disebut disrupsi ini atau segala sesuatu akan digantikan dengan digital. Seperti hal nya transformasi dadakan pendidikan menjadi daring saat ini dan pergeseran pendidikan ke ranah pengarahan. 

Dengan kata lain, yang menjadi acuan bahan ajar pendidikan Indonesia adalah pada kurikulum yang silih berganti jika berganti juga pemerintahannya karena pada dasarnya Kurikulum juga harus bisa menjawab tantangan zaman, disinilah diperlukan juga kreatifitas dan inovatif baik dari lembaga maupun dari guru itu sendiri. Artinya kurikulum tidak stagnan, namun tidak menghilangkan substansinya juga. Namun di sisi lain, dari adanya pergantian kurikulum setiap pemerintahan baru apakah akan menjadi persoalan baru terlepas dari regulasi pemerintah melaksankan otonomi pemerintahannya. Maka diperlukan kepandaian dalam menentukan kebijakan, ini bisa kita lakukan dengan mengundang beberapa pemikir dan ahli dalam bidang pendidikan untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan dengan diadakannya diskusi terbuka ataupun tertutup oleh pihak pemerintah, dan cara diskusi ini juga tidak menyalahi peranturan pemerintah karena dilindungi dan ada diperaturan perundang-undang maupun dipemerintahan.

Perubahan Standar Sistem Pendidikan sebagai Opsi Fundamental dalam Upaya Peningkatan Kompetensi di Tengah Problematika Pendidikan. 

Sistem pendidikan menjadi bagian penting dalam membangun masyarakat dan bangsa kedepannya yang lebih baik, terlepas dari banyaknya permasalahan yang sedang terjadi terkait sistem pendidikan, dimulai dari kondisi pandemi covid-19 yang masih belum berakhir, yang menyebabkan permasalahan dibidang politik, ekonomi dan pendidikan juga yang terkena dampaknya. Sebagai contoh dahulu pihak sekolah menjadi peran dalam mendidik peserta didiknya dalam pembelajarannya d sekolah, dikondisi seperti ini otomatis peran itu harus berpindah tangan kepada orang tua, dan disini peran seorang wali murid dalam mengontrol anaknya ketika sekolah berlangsung, yang tadinya tanggungjawab itu ada dipihak seorang guru, maka orang tualah sekarang menjadi penanggungjawab keberhasilan anaknya dalam sekolah walaupun tidak seratus persen tanggunjawab itu diberikan kepada orang tua, karena tetap juga harus ada peran guru di dalamnya ( George Marantika). 

Selain itu, dalam meningkatkan SDM dan kualitas pendidikan diterapkanlah jalur zonasi bagi sekolah menengah atas yang tujuannya pemerataan pendidikan, terlepas dari tujuannya banyak ditemukan dampak negatif dilapangan ketika sistem zonasi itu diterapkan, dimulai dari prustasi seorang anak SMP yang mau masuk SMA pavoritnya terhalang oleh jarak yang mengaqibatkan terputusnya impian untuk bersekolah yang dia cita-citakan sejak dahulu dengan perjuangan mendapatkan dan mempertahankan nilainya untuk bisa masuk kesekolah impiannya, maka diperlukan kebijakan sistem yang melihat segala arah dampak positif dan negatifnya ketika ingin menerapakan sistem pendidikan. 

Dari kemendikbudristek akan diadakan belajar tatap muka pada bulan juli mendatang dengan dalih harus semua guru dan peserta didik divaksinasi semuanya, apakah ini solusi untuk mengatasi sistem pendidikan yang selama ini berhenti ketika wabah covid ini menyerang?, Bagaimana dengan penambahan kasus baru covid-19 yang apabila belajar tatap muka dibuka dibulan juli mendatang, dengan beberapa kasus penambahan gejala orang yang terkena covid ini terus bertambah aqibat dari perkumpulan disuatu tempat yang tidak mematuhi protokol kesehatan, disini Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan atau mempertimbangkan ulang ketika kebijakan itu akan dilaksanakan, terlebih ini menyangkut anak-anak, dan remaja bahkan anak kuliah yang masih belum paham dan patuh terhadap protokol kesehatan, maka disini diperlukan kewaspadaan sebelum aqibatnya penyakit ini terjadi kepada anak-anak sekolah, apabila ini terjadi maka diperlukan jalan keluar untuk menjalankan pendidikan dan pembelajaran sekolah bagi anak diusi dini, remaja dan kuliah dalam melaksanakan pembelajarannya. 

Selain itu, adanya wacana pemerintah ingin menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa sekolah dan pendidikan, tercatat sebelumnya yang tidak terkena PPN yaitu pendidikan PAUD, SD,dan SMA serta perguruan tinggi, dan termasuk pendidikan luar sekolah, apabila ini terjadi maka pendidikan maka pendidikan akan menuju kejalan komersialisasi begitu yang diungkapkan oleh Ubaid Matraji sebagai Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau (JPPI), dan ini tentunya membahayakan karena secara tidak langsung akan melepaskan pendidikan sebagai hak warga negara yang ini menjadi tanggungjawab pemerintahnya. 

Industrial Age Values 

Ditambah dengan pembelajaran yang monoton, dan harus taat terhadap perintah satu arah dari guru, keberhasilan seorang siswa bergantung dan ditentukan seberapa sama mereka melakukan pekerjaannya sesuai dengan gurunya, dan ini masih berlaku di sekolah-sekolah tahap pertama, menengah dan bahkan perguruan tinggi, yang dimana ini adalah nilai-nilai indisutri yang dimasukan kedalam pemikiran anak didiknya, yang orientasinya untuk mendapatkan pekerjaan ketika sudah lulus, sedangkan kita hidup di zaman era digital dan beda dengan masa sebelumnya, apa yang bisa diraih? ketika masih mengikuti petunjuk tanpa adanya kreativitas dan inovatif, justru kita harus punya gagasan dan ide-ide yang baru untuk memecahkan permasalahan ketika berada di tengah masyarakat, dan kesempatan untuk mengasah skill itu tidak ada di sekolah saat ini, karena waktu dan kesempatan tidak diberikan kepada peserta didik. 

Lack Of Autonomy

Ditambah dengan era globalisasi maka dituntut untuk bisa mengntrol dan melakukan keputusan sendiri atau mempunyai otonomi sendiri, harus melakukan sesuatu yang bermamfaat bahkan yang dibutuhkan kedepannya serta membuat solusinya, tetapi pembelajaran dan sistem yang ada di sekolah tidak mendukung akan pengasahan skill seperti itu karena mereka dituntut untuk mengikuti suatu sistem yang telah diterapkan, apabila sistem ini terus dilakukan maka akan ada kebosanan terhadap siswa dan para ahlipun sangat penting otonomi itu untuk siswa ditambah lagi dengan karakteristik siswa dan pengaruh pergaulan yang membawa mereka punya pemikiran yang beda dengan generasi sebelumnya, ini juga ditambahkan oleh beberapa penemuan dan fakta yang menyebutkan karakteristik anak didik sekarang lebih suka untuk melakukan pemikiran bebas dalam artian tidak ada kekangan dari para pengajar, namun tetap ada pangawasan, dan dalam hal lain peran guru disini selain sebagai pemberi ilmu, lebih dari itu sebagai teman dan tempat diskusi bagi para siswanya. 

Inauthentic Learning 

Di lembaga pendidikan masih menerapkan sistem ujian yang menuntut para peserta didik untuk menghafal berbagai macam pelajaran dan nantinya dijadikan standar kelulusan dan capaian siswa dalam belajarnya, tentu ini pembelajaran yang tidak otentik yang dimana siswa harus secara menyeluruh paham dengan  menerapkan metode penelitian dan riset, tidak hanya menghafal pelajaran, karena ada sebagian siswa tidak begitu pandai menghafal tetapi bisa dalam hal lain, dan ini dapat membantu dia ketika kesulitan dalam belajar karena pembelajarannya, lebih dalam menentukan penilaiannya secara bervariasi, dan ini juga yang diterapkan di negara-negara maju, seperti jepang yang menerapkan pembelajarannya sesuai minat dan bakatnya seorang anak, sehingga anak bisa meneruskan dan mengasah kemampuannya sesuai bidang yang dia minati, tidak secara paksaan oleh sistem yang itu akan merusak dan tidak menyebabkan kemajuan bagi seorang anak.

No Room For Fassion 

Seorang anak dilahirkan dengan berbagai macam keahlian dan passion masing masing, tapi hal itu tidak didukung oleh sistem pembelajaran saat ini yang mengedepankan setiap anak harus belajar yang sama dengan cara dan pada saat yang sama, ini sangat bertentangan dengan kodrat manusia karena manusia mempunyai passion yang berbeda dan cara penyelesaiannya, tapi kita tetap mengapresiasi diadakannya tempat untuk mengasah passion dan bakat, seperti program esktrakulikuler dan yang lainnnya, namun harus ada peningkatan terlebih sistem dan pembelajaran yang sesuai dengan hak dan kodrat manusia, itu sangat penting untuk kelangsungan masa depannya karena peserta didik mempunyai passion yang berbeda dan harusnya didukung oleh sistem untuk pengembangan passion dan bakatnya itu. 

Selain itu dalam permasalahan pendidikan yang sedang dialami sekarang ini diantaranya pemerataan pendidikan, mutu pendidikan, efisiensi pendidikan, dan relavansi pendidikan. Badan riset dan Inovasi Nasional atau (BRIN) menuturkan ada dua poin yang harus dilakukan dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu pemerataan dan pengembangan sumber daya manusia, selain itu ada permasalahan mutu pendidikan yang sampai saat ini belum terselesaikan, diantara faktor yang menyebabkan mutu kualitas pendidikan menurun diantaranya, kebijakan dan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan yang masih kurang pas dan perlu diperbaiki, oleh karena itu harus ada pembaharuan dan perbaikan dari segala aspek, dimulai dari sistem dan pembelajaran yang diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan, guna meminimalisir dan memperbaiki serta meningkatkan kompetensi pendidikan.

Kesimpulan 

Penyelesaian sistem dan permasalahan yang mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental, itu hanya bisa dilakukan dengan cara melakukan perubahan serta perombakan secara menyeluruh yang diawali dengan bagaimana memperbaiki sistem pendidikannya serta metode pengajarannya yang sesuai dengan tuntutan atau yang dibutuhkan zaman kedepannya, karena pendidikan sejatinya untuk mencetak generasi bangsa yang kompeten dibidangnya masing-masing yang nantinya mengalami perubahan kesegala arah, baik kearah individu, golongan, lembaga serta pemerintahan, karena dengan mutu pendidikan atau kualitas pendidikan yang baik akan menjadi modal dalam mencetak generasi dan bangsa yang maju kedepannya.

Daftar Pustaka 

Al-Jawi, M. S. (2006). Pendidikan di Indonesia: Masalah dan Solusinya. In Makalah dalam Seminar Nasional Potret Pendidikan Indonesia: Antara Konsep Realiti dan Solusi, diselenggarakan oleh Forum Ukhwah dan Studi Islam (FUSI) Universitas Negeri Malang (Vol. 7). 

Hakim, L. (2015). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) pada Lembaga Pendidikan Islam Madrasah. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, 13(1), 37-56. 

Primayana, K. H. (2020). Menciptakan Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah Dengan Berorientasi Pembentukan Karakter Untuk Mencapai Tujuan Higher Order Thingking Skilss (HOTS) Pada Anak Sekolah Dasar. Purwadita: Jurnal Agama dan Budaya, 3(2), 85-92. 

Herman, T. (2007). Pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa sekolah menengah pertama. Educationist, 1(1), 47-56. 

Hakim, L. (2016). Pemerataan akses pendidikan bagi rakyat sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(1). 

Yuhana, A. N., & Aminy, F. A. (2019). Optimalisasi peran guru pendidikan agama Islam sebagai konselor dalam mengatasi masalah belajar siswa. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam,[SL], 7(1), 79-96. 

bin Mior Jamaluddin, M. K. A. (2011). Sistem pendidikan di Malaysia: Dasar, cabaran, dan pelaksanaan ke arah perpaduan nasional. Sosiohumanika, 4(1). 

Redhana, I. W. (2012). Model pembelajaran berbasis masalah dan pertanyaan socratik untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan, (3)

Sewang, A., & Halik, A. (2019). Model Manajemen Pembelajaran Pendidikan Islam Berbasis Masalah: Studi Kasus pada Jurusan Tarbiyah dan Adab IAIN Parepare. JPPI (Jurnal Pendidikan Islam Pendekatan Interdisipliner), 3(1), 1-15. 

Budimansyah, D. (2008). Peningkatan mutu pendidikan melalui penguatan partisipasi masyarakat. Educationist, 2(1), 56-63. 

Rahman, A. (2017). Efisiensi Dalam Pembiayaan Pendidikan Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan. Eklektika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Pendidikan, 5(2), 87-102. 

Safarah, A. A., & Wibowo, U. B. (2019). Program zonasi di sekolah dasar sebagai upaya pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 21(2), 206-213. 

Pasandaran, S. (2016). Desentralisasi Pendidikan dan Masalah Pemberdayaan Sekolah. Jurnal Ilmu Pendidikan, 11(2). 

Ismail, I., Hasan, H., & Musdalifah, M. (2018). Pengembangan kompetensi mahasiswa melalui efektivitas program magang kependidikan. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 2(1), 124-132

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEPUTUSAN REKTOR UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

Pelantikan & Upgrading HMJ MPI Kabinet Transformatif Periode 2024-2025

Internalisasi Core and Value ( INCOREVAL ) 2023